Quote of The Day

Selepas musim yang berganti, cara terbaik untuk memudahkan syukurmu terlantun adalah dengan menyederhanakan harapanmu hari ini.

Senin, 15 April 2013

Rumah Penuh Jendela


Tulisan ini diikutkan pada 8 Minggu Ngeblog bersama Anging Mammiri, minggu pertama.

Rumah bagiku sebuah tempat permulaan segala aktivitas. Tempat di mana impianku bermula, juga istirahat yang nyaman. Rumahku terletak di jalan perintis kemerdekaan, aku biasa menyebut alamatku dengan panggung surabayan karena lebih mudah ditemukan dan yang pasti nggak pake acara nyasar. Karena di ujung jalan dekat rel ada nama gang yang serupa dengan nama gang menuju rumahku. Kalau nama gang dekat rumahku itu gang Masjid Baitussholihin, nama gang yang lain itu gang Masjid Assholihin. Jadilah bagi orang yang susah menghafal, biasanya bakal nyasar ke gang lain, apalagi jaraknya lumayan jauh. Akhirnya, tiap menulis alamat surat, aku hanya mencantumkan panggung surabayan. Surabayan adalah nama desa, jadi pasti orang sudah paham, tanpa perlu mencantumkan gang, asal Rt, Rw dan nomernya jelas. Sekarang tiap kali ada paket datang, petugas dengan mudah menemukan rumahku, karena sudah hafal. Hehe. Maklum, sering dapat hadiah kuis :P


Btw,  rumahku memang masuk gang, gang kecil tepatnya. Tapi mudah kok ditemukan. Tinggal masuk melewati dua rumah. Rumah ketiga di sebelah kiri dengan penanda dua pohon mangga adalah rumahku. Warna dindingnya krem. Katanya sih pohon mangganya angker. Wekeke. Tapi masa sih? Mungkin cuma mitos. Yang pasti, dulunya desa ini memang serupa hutan, banyak tanah-tanah yang masih kosong, makanya pas sepuluh tahun lalu bapak ngajak pindah ke rumah ini, aku masih takut. Sepi, ga ada yang jualan jajanan pula :)) Dulu saat aku masih di daerah depo, jalan serayu dekat depo selalu dipenuhi orang jualan makanan tiap pagi dan sore. Jadi, buat aku yang suka cemilan, beli jajanan di sana itu wajib. Apalagi harga mkanan di tegal termasuk murah. Jajanan seperti gorengan, masih bisa dinikmati dengan harga 500 rupiah, kalo harga sekarang ya. Kalo kue-kuenya kisaran 700-1200. Tergantung jenisnya apa.  

rumah tampak samping
Nah, setelah sepuluh tahun, akhirnya desa yang sepi ini mulai dilirik developer. Di ujung terusan jalan perintis ini, akan mudah ditemukan perumahan baru. Namanya palm house. Harganya? Jangan tanya deh, harga properti sekarang memang gila-gilaan. Bayangkan saja, harga rumah paling murah 400 juta(ini dulu 2 tahun lalu pas temenku survei mau beli rumah di sana) sekarang sih ga tau harga pastinya berapa. Mungkin sudah naik 100-200 jutaan kali ya.

rumah dari belakang :D
Dengan adanya perumahan, akhirnya ekonomi menggeliat. Sekarang mudah ditemukan gerai alfamart dan indomart, juga kios baju, warnet, atm, bank, dan penjual makanan kecil seperti martabak, sate, nasi goreng, thu aci, penjual kue2 putu, nasi ponggol setan depan gangku. 


Ini di depan rumah :D
Akhirnya jalan depan desa pun ramai. Malah sekarang jadi jalan yang tingkat kepadatannya meningkat drastis, sampai kalo aku mau menyebrang aja butuh nunggu minimal 5 menit karena sliwar sliwer mobil dan truk pertamina. Juga ada dua jalur angkot yang menuju ke kota. Kodenya A2 dan A1. Kalo A2 menuju Rita Mall, Pasific Mall, kalo A1 menuju sekolahanku, SMA Negeri 3 Tegal. Jadi, aku merasa terbantu dengan adanya angkot ini, aku tak perlu menggunakan motor jika hanya pergi sekitar dalam kota.

Angkutan A2 menuju sekolah sma 3 tegal

Indomaret jalan perintis kemerdekaan tegal
Oiya, rumahku ini kusebut rumah penuh jendela. Karena memang bapak membuat rumah ini dengan desain penuh jendela di tiap ruangannya. Katanya sih biar banyak anginnya. Haha. :D Ya, maklum, Tegal memang kota yang puanasss. Sekarang sudah mulai sedikit terbantu dengan adanya dua pohon mangga, halaman rumah jadi lebih adem. Juga di dalam rumah ada anyaman atap darikerajinan bambu yang bikin sejuk kalo pas terik matahari di luar benar-benar menyengat. Nah, ini ceritaku tentang sekitar rumahku. Kalo kamu, apa cerita tentang sekitar rumahmu, teman? 

Pohon mangga depan rumah

lagi berbuah :D

Senin, 08 April 2013

Jailolo, I'm Coming!

Tulisan ini diikutkan dalam "Jailolo, I'm Coming!" Blog Contest yang diselenggarakan oleh Festival TelukJailolo dan Wego Indonesia

Banner (sumber)
Saya seorang mantan tour leader, pernah berkeliling pulau jawa untuk mengantar study tour. Saya berharap suatu saat nanti bisa merasakan  sebuah perjalanan yang keren dan unik. Apalagi jika berkaitan dengan snorkling, diving dan tema-tema kelautan. Rasanya ingin ke destinasi wisata laut seperti Jailolo. Obsesi? Iya. Apalagi Indonesia memang negeri bahari. Saya tinggal di Tegal yang dekat dengan pantai. Pantainya beda dengan di luar jawa yang masih asri. Iri setiap melihat teman saya mengajak mengunjungi Maluku. Bagaimana saya bisa menuju ke sana? Sedangkan tiket ke Indonesia bagian Timur sangat mahal?

Saya ingin pergi ke Festival Teluk Jailolo 2013. Ada aroma rindu menyeruak, Bukankah seperti kata Carlo Goldoni, bahwa seorang traveller yang bijaksana tidak pernah membenci negaranya sendiri? Bagaimana saya bisa memilih berlibur ke negara ASEAN sedangkan di negeri sendiri, berjuta destinasi wisata laut lebih menarik? Apa saya akan membenci negeri saya sendiri karena terpisah berpulau-pulau? Tak bisa begitu mudahnya menjejak kaki ke arah timur yang jernih dengan air lautnya? Hanya karena harga tiketnya lebih mahal? Naluri saya meringis. Menangis. Indonesia indah di mata wisatawan asing, tapi kalah pamor di negeri sendiri.

Oya, saya mendapat info bahwa Wego Travel Indonesia bekerjasama dengan Panitia Festival Teluk Jailolo 2013 membuat lomba yang hadiahnya paket travelling ke Jailolo.  Interest! Apalagi melihat itenerarynya!

Saya ingin berkenalan dengan penduduk asli. Menikmati pesta barbeque saat malam hari di Rumah Sasadu. Esoknya, bersama para traveller, menyaksikan hiburan budaya Tari Cakalele, menikmati sunrise di Bukit Senyum Lima Ribu. Menikmati jajanan daerah di rumah makan setempat. Menikmati keindahan “desa wisata” Desa Gamtala dan melihat pembuatan handicraft.

Sumber : di sini

Saya ingin menyaksikan Pembukaan Festival Teluk Jailolo 2013 yaitu acara Ritual Laut, Sigofi Ngolo. Lalu, menyaksikan lomba dayung. Saya terobsesi untuk datang ke Pulau Buabua untuk fun diving, snorkeling, dan mengadopsi kerang. Karena ada bagian outline novel saya yang berhubungan dengan pelestarian kerang. Semoga dengan datang ke Jailolo saya bisa punya gambaran lebih detailnya dan bisa menulis di novel tersebut.

Saya ingin membantu mengangkat tema wisata laut karena yakin Indonesia mampu berdikari dengan memanfaatkan devisa dari corong wisata dan budaya.

Saya blogger, yang bisa bertindak sebagai travel writer. Jika mendapat kesempatan ke sana, saya akan menulis tentang wisata dan budaya Jailolo. Menjadi penulis perjalanan ibarat menjadi agent of changes. Membawa perubahan bagi sebuah wilayah yang ditulisnya, juga mempromosikan wilayah tersebut sehingga para wisatawan lain berdatangan.

Saya bisa menuliskan tidak hanya di blog tapi juga di media, seperti majalah Femina, Kompas, ataupun National Geographic Traveller. Untuk panitia Festival Teluk Jailolo bisa bekerjasama dengan detiktravel, wego travel, agoda, dan beberapa agen travel baik lokal maupun mancanegara untuk memberikan paket berlibur hemat ke Jailolo.


Nadine saat mengunjungi wisata laut Jailolo. Indah ya lautnya ^_^ (sumber)
Promosi lewat komunitas blogger juga efektif. Penyebaran lewat milist dan majalah travel online juga bisa digunakan untuk mendongkrak popularitas Festival Teluk Jailolo 2013 ini.

Ya, akhirnya, saya tetap berharap bisa ke Jailolo. Karena perjalanan seribu mill harus dimulai dengan satu langkah. Kalau ada kesempatan sekarang, saya akan angkat ransel. Daaann, mari berpetualang, teman! :)


Para penari dalam festival Jailolo (sumber)

Review Buku Cerita di balik Noda-Fira Basuki


Review Buku Cerita di balik Noda-Fira Basuki



Judul : CERITA DI BALIK NODA
Penulis : Fira Basuki
Penerbit : Jakarta KPG (Kepustakaan Populer Gramedia) bekerja sama dengan Rinso Indonesia
Editor : Candra Gautama
Perancang Sampul : LOWE Indonesia
Penata Letak : Dadang Kusmana
Isi : xii + 235 halaman
Ukuran buku : 13,5 x 20 cm
Dicetak oleh : PT. Gramedia Jakarta
Harga : Rp. 40.000,-


Setiap noda mempunyai makna, maka berani kotor itu baik!

Saat saya memutuskan untuk membeli buku cerita di balik noda, dalam bayangan saya tulisan Fira Basuki yang lembut dan mengalir akan menyentuh hati. Dan begitu lembaran pertama kubaca, saya larut dalam kisah dan hikmah yang tertuang di dalamnya.

Cerita-cerita dalam buku ini awalnya ditulis oleh para peserta lomba menulis bertema "Cerita di balik Noda" yang diadakan oleh Rinso Indonesia melalui Facebook.

Para ibu yang ikut lomba ini bercerita mengenai anak-anaknya. Yang menarik, banyak ibu yang justru belajar dari sikap anak-anaknya. Fira Basuki menulis ulang 38 karya para finalis juga menambahkan 4 kisah yang ditulisnya yaitu Bos Galak, Sarung Ayah, Pohon Kenangan, dan Foto.

Saat saya baca kisah-kisahnya, saya jadi ingat sebuah nasihat ini, “Siapa yang tak dapat dididik oleh nasihat, akan dididik oleh kejadian dahsyat.”

Siapa sangka, dari kejadian yang ada, yang dialami oleh anak-anak dan orang tua justru menjadi titik balik perubahan seseorang. Setiap noda mencipta hikmah dari fragmen kehidupan yang tak terduga tadi. Seperti noda, cipratan hikmah membuat sebuah perubahan. Meski itu harus diawali dengan kejadian dahsyat. Seperti dalam kisah berjudul 'Tak Jadi'. Penulis mengisahkan sepasang suami istri yang tak jadi bercerai karena sang anak berinisiatif mengambilkan cincin yang dibuang dalam kolam berlumpur. Sang anak mengobok-obok kolam penuh lumpur demi mengambil benda berharga lambang pernikahan kedua orang tuanya. Ada haru yang berderai di wajah sang ibu saat melihat anaknya berjibaku dengan lumpur tadi. Pengorbanan tak akan sia-sia. Sang ibu kembali berbaikan dengan suaminya. Mereka batal bercerai.

Lalu, membaca kisah berjudul Foto, membuat saya belajar berpikir positif. Kisahnya bermula saat Rina menganggap Agung, suaminya, hanya sibuk bekerja. Tak terlihat ada bentuk perhatian dan cinta. Agung yang cuek membuat Rina berpikiran negatif. Apakah benar Agung pergi ke luar kota hanya untuk urusan pekerjaan? Atau ada godaan perempuan lain? Sampai Rina sadar, dugaannya salah. Tapi terlambat, Agung kecelakaan dan mengalami koma. Saat Rina membereskan baju kemeja yang berceceran darah, dia baru sadar. Agung ternyata masih mencintainya. Rina menitik haru menemukan tulisan di balik foto yang terselip di saku kemeja. "Untuk Rina dan Bintang, akan kuberikan segalanya."

Ada lagi kisah di judul "Tulisan di Kain Sprei" halaman 33. Berkisah tentang kisah Chatya yang selalu diledek oleh teman-temannya karena gendut. Si Mbak pun kemudian berinisiatif untuk mengibaskan sprai yang  membuat  Chatya mendapatkan ide jitu. Ia tulisan di kain seprai yang dipasang depan rumah. Tujuannya agar anak-anak yang setiap hari datang mengejek, bisa membaca tulisan ini.

WALAUPUN AKU GEMUK, AKU TAK PERNAH MENYAKITI ORANG. WALAUPUN GANTENG DAN CANTIK KALIAN PENUH NODA DI HATI.

Tulisan yang ditulis dengan spidol di atas sprei dan dibentangkan di depan rumah. Dan taraaa, it works!. Anak-anak pun bungkam dan tak pernah lagi meledek. Sang mama yang melihat Chatya mencuci sprei justru merasa terharu juga bangga. Bagi Mama, hati Chatya lebih cantik dari anak manapun karena rasa tanggungjawabnya mencuci sprei yang kotor.

Dalam buku ini ada banyak kisah lainnya. Masing-masing mencipta jejak kebaikan. Bukankah orang akan menjadi lebih baik jika ia mempunyai kegagalan dan pengalaman? Bahkan pengalaman anak-anak saat bermain dan pulang dengan baju penuh noda justru membuat kita  orang dewasa jadi belajar banyak hal. Iya, anak-anak adalah sumber inspirasi bagi lingkungannya, bagi keluarganya. Anak akan belajar berempati, bersimpati, menemukan rasa tanggung jawab, dan belajar untuk menghargai perbedaan orang lain.

Tak ada sekolah untuk menjadi orang tua luar biasa maupun menjadi istri yang paripurna. Tapi, level demi level ujian hidup yang dialami setiap tokohnya tadi akan membuat kita jadi lebih paham makna kehidupan. Lalu tugas orang tua saat mengalami hal yang sama adalah menyikapinya dengan bijak. Membiarkan anak menemukan dunianya sendiri, dunia bermain dan belajar. Sehingga orang tua tidak terjebak pada keinginan untuk melarang anak main kotor-kotoran. Biarkan anak berkreasi, karena berani kotor itu baik!

Kelemahan buku ini adalah karena tak ada proofreader sehingga ada kata-kata yang salah ketik seperti kata "Buya" ditulis "Buaya", tentu akan mengubah makna kata. Lalu, karena kisah ini merupakan rewrite dari kisah finalis lomba, ada beberapa yang kurang saya rasakan feelnya saat membaca kisah tersebut. Mungkin penulis harus mendalami lagi kisahnya dan menggali kisah itu untuk bisa dieksplorasi lagi. 


Komunitas