Quote of The Day

Selepas musim yang berganti, cara terbaik untuk memudahkan syukurmu terlantun adalah dengan menyederhanakan harapanmu hari ini.

Kamis, 06 September 2018

Review Film Bilal : A New Breed of Hero


Review Film Bilal : A New Breed of Hero

Halo, man-teman. Kali ini saya akan mereview film Bilal. Film Bilal ini udah lama banget saya tungguin karena waktu itu pernah nonton trillernya. Dengar-dengar ini kali pertama ada animasi yang menggambarkan fakta sejarah dan awal perkembangan Islam di Mekkah. Nah, saya pun nonton film ini udah lama juga, beberapa minggu yang lalu. Baru sempat review sekarang. Hehe. Maafkan rada lama. Nunggu mood ngumpul. :P



Film Bilal : A New Breed of Hero ini mengisahkan tentang sosok Bilal, anak kecil berambut gimbal yang diambil sebagai budak sesaat setelah ibunya dibunuh. Bilal dan Ghufaira, adiknya diambil oleh petinggi kaum bernama Umayya, lelaki yang hobi membeli budak untuk dijadikan pelayan di rumahnya. Rumah Bilal dibumihanguskan, ibunya dibunuh. Kejadian menyedihkan itu kerap hadir dalam mimpi dan ingatan Bilal. Dari kecil hingga dewasa, Bilal selalu mempertanyakan apa yang ibunya pernah ucapkan. Tentang menjadi pria yang sejati.  

Bilal dan Ghufaira tumbuh bersama. Mereka melayani Umayya dan keluarganya, namun Safwan, anak Umayya sering mengganggu Bilal dan Ghufaira. Suatu hari ia pernah hampir memanah Ghufaira, lalu dicegah oleh Bilal. Mereka berkelahi hingga Bilal hampir saja melepas anak panah ke arah Safwan. Sejak saat itu, dendam Safwan pada Bilal makin menjadi. Ia tidak mau budak hitam itu bahagia dan bebas merdeka.



“Seorang guru melahirkan seorang guru, seorang budak melahirkan seorang budak.”

Umayya bukan hanya seorang petinggi kaumnya dari keturunan yang terpandang di Mekkah, namun ia juga memiliki toko yang menjual berhala. Berhala apapun. Mulai dari berhala untuk kekayaan, kehamilan, kesehatan, dll. Setiap kali ada budak yang bagus, Umayya membelinya sebagai cara untuk menunjukkan bahwa ia terpandang, kaya, dan berkuasa. Cara Umayya melempar koin untuk membayar budak bikin kezel deh. Heuheu.

Bilal berkelahi dengan Safwan, putra majikannya, Umayya

Rasa Takut Manusia  dan Berhala


Berita tentang Safwan berkelahi dan kalah didengar oleh ayahnya, Umayya. Umayya marah besar dan membuat perhitungan dengan Bilal. Anak itu dicambuk karena amarah yang meradang di hati tuannya.

“Jangan membiarkan seorang budak membuat saya bodoh di depan orang lain lagi.”

Anehnya, Bilal tak pernah sekalipun menangis. Ia tidak menangis meski disiksa majikannya. Ia ingin menunjukkan bahwa ia kuat dan tak akan ada yang mampu membuatnya bersedih ataupun takut.

Bilal ingat percakapan dengan ibunya tentang masa depannya. Ia ingin menjadi pria yang kuat dan hebat. Lalu ibunya berkata,

“Pedang dan kuda tidak membuatmu menjadi pria yang hebat.” 
“Iyakah?” 
“Iya. Untuk menjadi pria hebat yaitu hidup tanpa rantai. Untuk membuatmu menjadi seorang pejuang tidak membuatmu menjadi pria yang hebat. Jika kamu merantai diri dengan kemarahan dan balas dendam, percaya pada mitos dan kekuatan sama juga rantai. Dan ada rantai lain. Untuk menjadi pria hebat kamu harus membebaskan diri dari itu semua. 
“Dan bagaimana melihat itu semua? Aku tak bisa melihat apa yang ada dalam diriku.” 
“Aku bisa melihat hati manusia, Bilal. Kamu akan menemukannya. Petunjuk akan datang. Kamu akan melihat. Tidak ada rantai yang akan menghentikanmu.Tanpa rantai.”

Bagi Bilal, sulit untuk terbebas dari majikannya. Ia khawatir hingga akhir hayatnya ia akan menjadi budak, selamanya ia akan dirantai, tanpa kebebasan. Hidup dengan rantai.

“Saya tetap budak. Dan tidak ada Tuhan di pasar yang dapat mengubahnya.”

Ghufaira pernah menawarkan solusi pada Bilal. Bilal bisa memberikan koin berharganya untuk diberikan pada berhala di pasar agar berhala tersebut mengabulkan permohonannya, namun Bilal tak mau.

si penjual berhala segala rupa ada

Saat di pasar, sang imam marah besar saat melihat seorang budak kecil hampir mengambil uang di pasar. Di pasar ada patung untuk memberikan uang sebagai persembahan agar keinginan tercapai. Namun, Bilal tak mau memberikannya.

Saat Bilal melihat seorang anak kecil kelaparan, ia lebih memilih memberi anak kecil itu kebab miliknya. Hingga anak kecil itu berlalu pergi sembari berkata, “Engkau orang yang terlalu baik.”

Bilal pertama kali menaiki kuda milik Umayya

Pertemuan Bilal dengan Abu Bakar asy Shidiq


Di pasar itulah Bilal bertemu dengan Abu Bakar Asy Shidiq. Lelaki tua yang merupakan pedagang itu telah didengar sebagai seorang yang masuk dalam agama Muhammad, agama Islam. Lelaki itu menanyakan sesuatu pada Bilal. Tentang rasa takut yang tak dimiliki oleh Bilal. Karena Bilal tidak takut terhadap berhala, maupun majikannya yang kerap menyiksa dirinya. Sebuah kontradiksi karena seharusnya seorang budak tunduk pada tuannya, namun Bilal tidak. Ia bersikukuh akan membela kebenaran jika ia ditindas.

“Apakah kau tidak memiliki rasa takut?” 
“Apa yang kamu pikirkan tentang rasa takut, tuan?” 
“Saya melihatnya banyak di mata manusia. Cukup bagiku untuk mengerti itu mengubah banyak manusia menjadi budak. Seorang wanita takut melahirkan seorang gadis. Jadi dia membuat pengorbanan dan memohon kepada berhala untuk memiliki anak laki-laki. Orang kaya takut akan kemiskinan. Jadi dia berbagi sedikit uangnya dengan berhala. Dan menjanjikan lebih banyak jika mereka bantu dia untuk tetap kaya. Seorang lelaki tua takut mati. Jadi dia membayar imam untuk menyelamatkannya. Ketakutan ini membawa memaksa mereka untuk mencari perlindungan di antara para berhala ini. Berhala ketamakan dan ketidakadilan. Dan berharap semua masalah mereka akan hilang. Tempat suci ini tidak dibangun untuk semua korupsi ini. Itu dibangun agar semua manusia bisa hidup bersama. Sejajar dan mengikuti satu pencipta.” 
“Kecuali budak.” 
“Tidak, Nak. Tidak ada seorang pun yang dilahirkan sebagai seorang budak. Dahulu kamu adalah orang bebas. Benar kan?”

Bilal masih tak percaya dengan pendengarannya, bahwa seorang manusia adalah makhluk yang bebas. Seharusnya ia pun sama. Tak jauh beda dengan orang lain. Bilal tak paham mengapa Abu Bakar memberinya pemahaman tentang persamaan hak, padahal ia seorang budak.

Dahulu kala di Arab, budak sangat banyak dimiliki oleh tuan tanah sehingga mereka tidak memiliki kebebasan untuk melakukan apapun sekehendak hati. Jadi, jika ada yang ketahuan berpindah keyakinan dari agama nenek moyang yaitu menyembah berhala, maka hal itu akan jadi bahan pergunjingan dan bersiap-siaplah untuk dicerca dengan caci maki dan cambukan hingga mereka harus menyerah atas pilihan hidupnya.

Bilal tak mau ia berakhir demikian. Ia meyakini apa yang ibunya katakan, bahwa ia akan menjadi manusia yang bebas. Yang tak terikat dengan rantai. Tanpa rantai. Sesuatu yang selalu ia idamkan sejak ia diambil sebagai budak Umayya.

“Yang hebat adalah orang-orang yang memiliki keinginan untuk memilih takdir mereka.” 
“Kemanusiaan adalah satu bangsa. Siapa yang melihatnya dari luar melihatnya sebagai mimpi. Ceritamu akan dimulai dari gurun ini. Dan akan menyebar ke seluruh dunia.”

Ujian Keimanan Bilal: Dipaksa Menyembah Berhala dan Ditindih Batu di Padang Pasir


Singkat cerita, kisah Bilal yang bertemu dengan kaum muslim terutama Abu Bakar didengar oleh Safwan. Ia pun mengatakan pada ayahnya untuk mengintrogasi Bilal agar ia mau mengaku apakah ia masih percaya berhala sebagai Tuhannya ataukah ia telah menjadi muslim.

Bilal yang telah lama berkeyakinan bahwa Tuhannya hanyalah satu pun mengatakan bahwa ia telah menjadi manusia bebas. Manusia tanpa rantai sehingga tuannya tak akan bisa memaksanya untuk kembali kepada agama nenek moyang.

Umayya marah lalu membuat perhitungan dengan memanggang Bilal di tengah pasar padang pasir, disaksikan oleh Abu Bakar dan masyarakat sekitar. Umayya menyiksa Bilal dengan menindihkan batu besar di perutnya. Bilal tak bergeming, meski sakit di tubuhnya membuat keringat bercucuran.

Bilal masih tetap kekeuh mengatakan “Ahad, Ahad, Ahad,” saat Safwan menyuruhnya menyebutkan jumlah berhala yang ada di dekatnya.

Abu Bakar menyatakan keinginannya untuk menebus Bilal agar ia menjadi manusia merdeka. Namun, tak disangka, Ghifaira tak bsia ditebus karena telah diberikan kepada Safwan. Hancur hati Bilal melihat adik kesayangannya tidak bisa diselamatkan dari tangan tuannya yang kejam.


Bilal Dibebaskan Sebagai Manusia Tanpa Rantai


Sejak Bilal dibebaskan menjadi seorang manusia sejati, Abu Bakar mengajak Bilal untuk pergi ke luar kota Mekkah, yaitu ke Madinah agar kaum muslim bisa bebas menjalankan ibadah. Berita tentang Bilal yang memberontak pada tuannya sudah menyebar ke seluruh penjuru kota. Hingga Umayya pun menyatakan perang.

“Jangan pernah menyerang saat kamu sedang marah. Seorang pria yang kuat dapat mengendalikan amarahnya. Dan orang yang bisa memaafkan saat bisa membalas dendam akan menyaksikan kemuliaan. Berjanjilah untuk melatih ini (pikiran). Kekuatan sejati ada di pikiran, bukan senjata. Dan itu adalah rahasia Hamzah. Suatu hari, Bilal. Kau akan menemukan rahasiamu sendiri.”

Abu Bakar, Bilal, Hamzah, dan sahabat lainnya berjibaku keluar dari Mekkah menuju Madinah untuk sebuah tujuan, agar mereka bisa bebas beribadah. Di saat itulah kaum kafir quraisy justru menyerang sahabat yang masih ada di Mekkah. Rumah-rumah dibakar, orang-orang dibunuh, hingga hanya tersisa sedikit saja.


Bilal dan Ghufaira memeluk sang Ibu

Film Bilal : Islam Menyuarakan Kesetaraan dan Keadilan Bagi Manusia


Film Bilal ini banyak mengisahkan tentang peran Bilal dalam menyuarakan kesetaraan dan keadilan bagi kaum budak. Dahulu kala di zaman awal Islam baru muncul di kota Mekkah, Islam dianggap agama yang sangat bertentangan dengan keyakinan kaum Quraisy. Bangsa arab yang dulu menyembah ebrhala harus dihadapkan kenyataan bahwa agama Islam justru hanya menyembah satu Tuhan saja. Tidak ada berhala, tidak ada uang yang masuk ke kantong penjual berhala. Tak ada berhala berarti tidak ada upeti yang diberikan pada berhala.

Awal mula Islam tumbuh justru ketika Mekkah dikuasai oleh kaum yang sangat beringas dan kejam menghukum para budak. Para tuan tanah yang memiliki kekuasaan tinggi sering membeli budak untuk kesenangan, atau pun melayani mereka mengurus  perniagaan dan rumah tangga. Di luar itu, budak tak memiliki kekuasaan apapun terhadap dirinya, sehingga sama seperti yang Bilal rasakan, dirinya seolah dirantai oleh belenggu yang membuatnya tak bebas melakukan apapun. Segala yang dilakukannya harus atas dasar taat dan tunduk pada tuannya, majikan yang telah membelinya dari makelar budak. Budak diperjualbelikan layaknya barang dagangan.

Di salah satu dialog bahkan Umayya bertanya pada Bilal,

“Apa bedanya kau dengan apel ini?” 
“Aku dan apel ini sama, Tuan. Milikmu juga.”

Ya, sehingga itu kedudukan budak di mata tuannya. Sehingga bisa dipindah tangankan pada yang lainnya. Islam sebagai agama yang rahmatallilalamin membawa perubahan besar pada tatanan sosial masyarakat. Seperti yang disebutkan Abu Bakar, “Kita semua setara.”

Bayangkanlah, saat Islam memberikan kesetaraan dan keadilan bahkan dalam hal terkecil sekalipun semisal : shalat dan membangun masjid. Semua orang gotong royong, tidak peduli  apakah ia tuan tanah, pedagang, budak, anak-anak, ibu-ibu, atau yang lainnya. Semua berjibaku membangun masjid pertama ummat Islam.

Dalam shalat yang terpenting adalah semua orang bisa berda sejajar dengan yang lainnya dalam satu shaf shalat. Tak ada perbedaan apakah mereka dari golongan orang miskin, kaum papa atau orang terpandang. Siapa yang datang lebih dulu bisa menempati shaf terdepan, yang terakhir datang meski ia tuan tanah sekalipun harus bisa berlapang dada jika mendapat shaf di belakang. Itu sebuah kesetaraan yang diajarkan oleh Islam.

Mengenal Sosok Sahabat Nabi Muhammad : Bilal, Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar hingga Hamzah sang Singa Allah


Film Bilal ini banyak mengangkat isu kesetaraan dan keadilan, meskipun dalam film ini tidak ada gambaran sosok Rasulullah. Yang ada hanyalah Abu Bakar saat ia berdagang di pasar Mekkah, Hamzah yang dikenal sebagai singa padang pasir, dan Ali bin Abi Thalib yang menjadi pasukan garda terdepan saat perang melawan pasukan Umayyah dkk.

saat perang terjadi

Di film Bilal ini juga ditampakkan kecerdasan Abu Bakar saat bernegosiasi dengan Umayya untuk menebus Bilal. Terlihat bahwa Abu Bakar sangat jago untuk bernegosiasi dan disegani karena ia masih merupakan orang terpandang di masyarakat Mekkah. Abu Bakar memilih menyebarkan ajaran Islam lewat dialog-dialog yang ia ucapkan dengan orang-orang yang ia temui, termasuk Bilal.

Abu Bakar asy Shidiq
Di film Bilal ini, saya merasa peran Hamzah sangat besar karena ia menjadi kunci dari perang yang terjadi. Hamzah terihat gesit, cerdas menyusun strategi, dan tidak main-main dalam memperlakukan lawannya. Ia memiliki srategi yang jitu, ditambah juga kejernihan pikiran seorang kepala prajurit. Tak ada rasa takut saat melawan para musuh di medan perang.

Saat Hamzah dengan yakin memprediksi bagaimana para sahabat-sahabatnya bisa menembus barikade pertahanan musuh sedangkan ia belum kembali ke sisi mereka. Saya gregetan dan shock pas liat adegan perang ini. Karena terasa sekali Hamzah sangat memperhitungkan bagaimana ia harus bertindak. Padahal kalau salah dikit aja dia bisa mati karena pasukan pemanah itu mengarahkan semua anak panahnya ke arah musuh, sedangkan Hamzah masih berlari di sisi yang berlawanan.

Rasanya kayak nggak percaya kok bisa seakurat itu. Sampai ada sahabat yang berkata, “Percaya saja pada Singa Allah.” Hamzah tahu strategi perang, jadi ia tak akan main-main mengambil risiko untuk dirinya sendiri. Gara-gara nonton adegan perang ini, juga adegan saat Bilal diajari bertarung, saya jadi ngefans sama Hamzah, paman Rasulullah ini. Wekeke

Hamzah mengajari Bilal bertarung, berkuda dan memanah

Ditambah lagi pas adegan Safwan dan Bilal bertemu lagi setelah sekian lama, saya ngerasa kaget, kok bisa hal ini terjadi. Serasa bukan Safwan, karena ia sangat anti dengan ketertundukan pada konsep kesetaraan dan keadilan bagi kaum budak.

Nah, pas bagian Umayyah meninggal itu, saya nggak ngeh kalau yang meninggal itu Umayyah. Pas pertama kali nonton saya kira yang meninggal itu siapa, kok Safwan mirip banget sama Umayyah pas udah bertahun-tahun kemudian ketemu dengan Bilal lagi. Lah, ternyata saya salah liat. Wkwk.

diinget namanya ya, nama musuhnya Umayyah :D

Jadi, gaes, perlu diperjelas nih. Umayyah meninggal dalam peperangan, namun Safwan yang tidak ikut berperang tetap hidup. Saya sampe harus nonton ulang dua kali baru paham kalau yang mati tuh Umayyah. Soalnya muka Safwan pas udah tua sama Umayyah saat meninggal itu rada mirip deh. Makanya kukira sama. Karena emang saya baca shirah Nabawiyyah kalau Umayyah ini meninggal dalam perang. Kupikir kok beda sama filmnya, ternyata mata saya yang siwer, sodara sodara. Hadeh. -_-

Film Bilal ini film animasi yang colour gradingnya, sudut pengambilan gambarnya bagus, ditambah story telling ceritanya juga membuat saya jadi makin mengerti Islam dan juga konsep kesetaraan yang dibawa oleh Rasulullah.

Sungguh, jika kamu sudah membaca Shirah Nabawiyah, dan melihat film Bilal ini, kamu akan terkejut dengan betapa banyaknya sahabat Rasulullah yang sangat setia dan bersedia untuk hijrah meskipun itu harus meninggalkan kampung halaman dan kekayaan yang sudah dimilikinya. Rasanya nyes banget lihat adegan pas mereka hijrah ke Madinah. Ya Rabb, bikin nangis deh. Ditambah pas itu pada baca shalawat badar kan ya. Makin bikin semangat menggebu.



Di film Bilal ini juga ditunjukkan bahwa Bilal diminta untuk memanggil orang-orang agar shalat saat waktunya tiba. Saat itulah pertama kalinya Bilal mengeluarkan suaranya yang merdu untuk mengumandangkan adzan. Sebuah panggilan untuk shalat, dan mengistirahatkan diri dari aktivitas dunia. Meski adegannya nggak detail, tapi gambaran ini sudah mencerminkan bahwa para sahabat sudah bisa beribadah dengan tenang di tempat dakwah barunya yaitu Madinah.

Overall, film Bilal ini di luar ekspektasi saya karena cara penyajian gambarnya bagus. Dan untuk ukuran film animasi, film ini tetap bisa ditonton oleh anak-anak, meskipun harus tetap ditemani oleh orang tua. Rating : 9 bintang dari saya untuk film ini. Nah, apa kamu sudah menonton filmnya juga? Share dong di komentar. ;)

1 komentar:

  1. Terimakasih reviewnya. Mbaknya nonton di bioskop atau DVD? Kalo mau beli DVD originalnya dimana ya?

    BalasHapus

Silahkan tinggalkan komentar. Terimakasih sudah berkunjung.
Mohon komen pakai url blog, bukan link postingan. Komen dengan menggunakan link postingan akan saya hapus karena jadi broken link. :)

Komunitas