Quote of The Day

Selepas musim yang berganti, cara terbaik untuk memudahkan syukurmu terlantun adalah dengan menyederhanakan harapanmu hari ini.

Rabu, 09 November 2011

SYARAT MENERBITKAN ULANG

SYARAT MENERBITKAN ULANG

Ary Nilandari(menjawab pertanyaan Beby Haryanti Dewi)

DARI SISI LEGAL

Apakah sebelumnya diterbitkan oleh penerbit atau indi? Kalau oleh penerbit, tentunya ada perjanjiannya. Pastikan masa eksploitasinya memang sudah akan berakhir, niat terminasi kontrak biasanya diajukan beberapa bulan sebelumnya, sehingga penerbit ybs belum melakukan proses cetak ulang. Kalau hak itu sudah kembali ke penulis, kita bebas mengajukannya ke penerbit lain. Mungkin dengan revisi terlebih dulu dengan penambahan dan pembaruan. Penerbit lain tentunya enggan menerima naskah yang sudah "diperah" habis.

Kalau masih dalam masa ekploitasi satu penerbit, atau kita masih mau melanjutkan kontrak dengan mereka, biasanya ada pasal yang mewajibkan secara berkala kedua pihak membuat revisi seperlunya sebelum cetak ulang.  Ajukan saja proposal pembaruan atau remake, lengkap dengan pertimbangan selling point dsb.

DARI SISI ISI BUKU

Sebuah naskah layak diterbitkan ulang jika buku itu sendiri tentu saja masih dirasa up to date, masih diperlukan, ada generasi baru pembaca yang bisa disasar. Mungkin saja karena suatu hal buku tsb waktu terbit pertama kali kurang promosi atau muncul pada waktu yang salah sehingga tenggelam, dan sekarang adalah waktu yang tepat untuk republish dengan wajah baru.

Kalau buku itu berupa novel, bikin sekalian cerita baru sekuelnya. Jadi waktu mengajukan ke penerbit baru, langsung dua buku :)

Ada kalanya novel lawas kita terbit pada timing yang salah dan mendapatkan treatment yang kurang memuaskan sehingga nggak nyampe ke sasaran. Kan sayang banget tuh. Yang seperti ini layak diperjuangkan untuk remade dan republished.

Menulis Fabel Yuk

Menulis Fabel yuk?

“Kayaknya, naskah fabel udah nggak diminati lagi ya?”
“Aku punya naskah fabel, tapi ditolak melulu ama penerbit. Apa sudah nggak jamannya bikin fabel?”

Sering berpikiran begitu? Jika ya, jawabannya adalah:
Fabel masih diminati kok. Rasanya semua penerbit mau mereview naskah fabel dari kita. Jika naskah kita ditolak, selain faktor X yang datang dari luar, mungkin juga ada yang “salah” dalam naskah kita?
Salah, bukan berarti jelek.
Salah,bukan berarti totally wrong.
Salah, mungkin artinya fabel kita perlu sedikit dipoles lagi supaya lebih kinclong J

Pertanyaannya:
Ah, fabel itu kan seperti dongeng-dongeng lainnya? Hanya saja, tokohnya diganti binatang.
Cerita realistis bisa dijadikan fabel juga kan? Tokohnya (lagi-lagi) diganti binatang. Jadi si binatang bisa naik sepeda, bisa gosok gigi, bahkan bisa menjahit dan memasak?
Betul.  Namanya dongeng, apapun bisa kita tuliskan dalam fabel ini. Tak ada yang menyalahkan kok.

Lalu, kenapa kok fabel saya ditolak melulu? Padahal fabel yang saya tulis sarat dengan ajaran kebaikan lho.

Saya bukan ahli menulis fabel. Lebih tepatnya lagi, saya juga masih belajar menulis.
Hanya saja, kebetulan saya memang banyak menggunakan tokoh binatang dalam cerita-cerita yang saya tulis. Dan masterpiecenya adalah “Dongeng Fantastis Dunia Binatang” yang berisi 23 fabel. Udah pada beli? Belum? Beli dong..

Saya ada resep rahasia dalam menulis cerita, tak hanya fabel. Apa sih resepnya? Berusahalah untuk memandang atau melihat satu masalah dari sisi yang lain. Masalah apapun itu!
Jadi, kalau teman-teman melihat benda berwarna hijau, jangan cepat percaya dan mengamini bahwa itu hijau doang. Bisa saja warna hijau itu berasal dari warna kuning dan biru yang bertemu? Atau sebenarnya ada warna lain di balik hijau itu? Kebetulan ada tukang cat lewat dan iseng menyapukan cat berwarna hijau?
Hihi, paham nggak sih maksud saya? Mbulet ya? Maklum, efek kuliah di Filsafat J kalo nggak mbulet nggak afdol.

Saya kasih contoh saja deh. Contohnya saya ambil dari cerita saya yang berjudul “Lomba Lari”. Cerita ini terinspirasi dari cerita lawas, tentang kelinci dan kura-kura yang lomba lari. Kura-kura lalu membohongi kelinci dengan mengajak temannya ikut berlari. Kelinci pun kalah, kura-kura menang.
Selama ini, yang kita tahu, kura-kura menang dan kita beranggapan bahwa kecerdikan itu bisa mengalahkan kesombongan kan?
Saya berpikir ulang. No, saya nggak suka kura-kura berbohong. Dan saya nggak mau bikin kelinci yang sombong. Kelinci memang pernah menghina kura-kura sebagai mahluk yang lambat, tapi kelinci sudah minta maaf.
Saya nggak mau kura-kura sukses berbohong. Saya lalu membuat kura-kura ketahuan bohongnya. Caranya? Ada di buku saya, hihi.
Endingnya bagaimana? Kelinci marah karena dibohongi kura-kura? Seharusnya begitu kan? Seharusnya dia kembali mengejek kura-kura sebagai mahluk lambat kan?
Tapi tidak, saya tidak mau membuat ending kelinci mempermalukan kura-kura.

Intinya, sebelum membuat suatu cerita, bacalah dulu banyak cerita untuk melatih kita menciptakan unusual plot and ending.
Jangan beralasan: Saya tinggal di desa, gak ada toko buku. Saya punya anak kecil, susah nyari waktu untuk baca. Saya ndak punya pembantu, hidup saya bak upik abu. Saya keadaan ekonominya masih kembang kempis, ga mampu beli buku.
Hmm..mampu onlen tiap hari, pasti mampu browsing juga kan? Jangan FBan melulu (*gampar diri sendiri)
Baca, browsing, pelajari, amati, cermati, dan eksekusi!
Rajin membaca akan tahu, oh cerita-cerita yang ada itu biasanya gini endingnya. Oh kalo ada melakukan kejahatan, biasanya ketahuan, terus dihukum bla..bla. Oh, kalo ada anak baik maka akan mendapatkan bla..bla.
Lalu, pikirkanlah sesuatu yang beda. Pencuri, tentunya tetap mendapat hukuman. Tapi bagaimana caranya? Bagaimana proses ketahuannya? Bagaimana sikapnya setelah ketahuan/dihukum? Mari kita berkreativitas dengan alam pikiran kita. Jangan mau bikin cerita yang “biasa-biasa” saja.

Eh, sepertinya saya melenceng keluar dari fabel ya? Hehe, tapi percayalah..resep rahasia di atas itu berlaku untuk cerita fabel juga kok.
Beberapa hal yang bisa saya bagi berdasarkan pengalaman saat saya menulis fabel adalah:
  1. Ada penerbit yang mau-mau saja menerima binatang yang bisa act as human being. Bisa gosok gigi, bisa menari, bisa pake baju princess dll. Untuk  jenis ini, kita bebas mau bikin binatang A bisa ngapain aja. Boleh-boleh saja gajah bisa terbang, atau punuk unta bisa buat lemari baju. Siapa takut?
  2. Ada penerbit yang maunya fabel itu tetap stick to karakter asli binatangnya. Misalnya, singa itu ya binatang buas berkaki empat. Jangan bikin cerita singa jadi anak manis pake rok dan pita, lalu doyan makan daun singkong.
  3. Tokoh-tokoh dalam fabel boleh pake nama, boleh juga tidak. Ada yang bilang, anak-anak bakal suka kalo dikasi nama, namun ada juga yang bilang pemberian nama hanya akan menyulitkan anak-anak mengingat siapa tokoh-tokohnya. Jadi, monggo deh mana yang mau dipilih.
  4. Tentukan arah fabel yang mau kalian tulis. Apakah mau berbagi informasi/pengetahuan? Misalnya tentang cicak yang memutus ekornya?  Atau bunglon yang berubah warna? Saran saya, lakukan riset sebelum menulis. Fabel informatif kayak gini, kalo ceritanya ngawur ya bikin ilfil.
  5. Untuk tahu penerbit X maunya fabel yang kayak gimana, atau penerbit Y seleranya gimana? Rajin nengokin buku-buku terbitan mereka deh. Biasanya, kebaca kok kalo penerbit X ini sukanya nerbitin buku yang informatif/berbau-bau pengetahuan. Atau penerbit Y sukanya nerbitin dongeng-dongeng.  Lalu, colek-colek deh para editornya.
  6. Ada yang mau nambahin? Tolooonggg….saya belum jadi ahli fabel! Sekian dan terima kasih. Semoga ini menjadi SESUATU ya? Alhamdullilah..beberapa orang bilang kalo cerita-cerita saya out of the box. Alhamdullilah...semoga jadi sesuatu *jadi rumah, mobil, emas batangan dll

[Januari50K] Awal Sebuah Cerita

AWAL SEBUAH CERITA

By TD Siswo 
Ide sudah menari-menari tetapi ketika akan mengawali cerita, mendadak pikiran seperti mati. Apa yang harus ditulis?

Mari kita belajar, bagaimana para suhu mengawali cerita...

a. Deskripsi tentang kota/kerajaan/negeri
Ada sebuah negeri indah dan mungil bernama negeri madu. Penghuni yang tinggal di negeri itu beraneka ragam. Ada hewan-hewan, peri, kurcaci, bahkan raksasa juga! (Kisah dari Negeri Madu – Haya Aliya Zaki).
Dahulu kala, negeri Totanua adalah negeri yang subur. Kehidupan rakyatnya sangat sejahtera. (Raja Buruk Muka – Sri Widiastuti)

b. Deskripsi tentang sifat/keadaan tokoh utama
Uli adalah seekor ulat pemalas. Ketika teman-temannya asyik makan daun-daun untuk bekal tidur panjang, Uli hanya bermalas-malasan. (Kupu-kupu yang Tak Bisa Terbang – Arumi Ekowati).
Pak Ruben, si penjahit istana, sudah sangat tua dan ingin pensiun. Namun Raja belum menemukan penjahit penggantinya. (Jubah Satu Mutiara – Rae Sita Patappa)

c. Deskripsi tentang kegiatan/aktifitas/perasaan tokoh utama
“Uwaaa....” Ulit menguap, membuka mulutnya lebar-lebar. Ia baru saja bangun tidur, padahal mentari sudah tinggi. (Peri Pagi – QS. Emmus).
Sepasang mata kucing tiba-tiba membentang di depan Lisa. Sangat besar! Membuat Lisa ketakutan. Ia berteriak nyaring, tapi tak seorangpun yang datang menolong. (Setelah Ipin Pergi – Benny Rhamdani).
---
Contoh diatas adalah yang banyak dipakai untuk mengawali sebuah cerita. Selain contoh diatas, tentu saja masih ada cara lain. silahkan gali sendiri dari cerita yang teman2 baca. Tetapi dengan bekal 3 contoh diatas, kurasa sudah cukup untuk memulai menulis. Jadi... Tak perlu banyak teori, segeralah beraksi (menulis).
*Tak lupa, mohon ijin kepada suhu dan teman-teman yang ceritanya saya kutip sebagai contoh.
Semoga bermanfaat.
Tedi.

Komunitas