Quote of The Day

Selepas musim yang berganti, cara terbaik untuk memudahkan syukurmu terlantun adalah dengan menyederhanakan harapanmu hari ini.

Kamis, 02 Juni 2016

Perlukah Mengenalkan Anak Remaja Pada Dunia Orang Dewasa?

Perlukah Mengenalkan Anak Remaja Pada Dunia Orang Dewasa?

Pertanyaan ini sempat terlintas ketika saya bersilaturahim ke rumah teman Kompakers Tegal yaitu mba Belinda atau biasa dipanggil mba Abel. Mba Abel ini terbilang sepuh karena usianya paling tua sendiri dan sudah punya anak yang duduk di bangku SMA. 16 tahunan. Selain anak pertamanya itu, ada juga dua anak lainnya yang  sedang dalam masa bertumbuh, usia di bawah 5 tahun.

Saya awalnya nggak ngeh mana yang namanya mba Abel, soalnya ternyata orangnya masih berwajah baby face, muda banget. Awet nom kalo kata orang Jawa. Usianya belum genap 40, masih 38 an keknya. Dan yang bikin saya salut adalah bagaimana sikap anaknya ketika kami, member Kompakers datang ke rumahnya. Anaknya mau lho ikutan nemenin mamanya ngerumpi bareng, nimbrung obrolan dan nggak canggung. Sampai mba Rani bilang, “Eh, Sabrina mau ya nemenin teman mamanya. Padahal biasanya anak remaja nggak mau nemuin apalagi nemenin teman ortunya.”

Waktu denger kata-kata itu saya ngerasa jleb banget. Apa yang pernah saya baca di buku Malcolm Gladwell tentang para Outliers rasanya terpampang nyata ada di hadapan saya saat itu. Iya, di buku itu Malcolm membahas bahwa pola pengasuhan anak orang kaya dan orang miskin memang berbeda, salah satunya adalah bagaimana anak orang kaya biasa diajak untuk berinteraksi dengan orang lain sejak kecil misalnya lewat undangan acara keluarga, maupun les-les privat yang sifatnya untuk menambah skill si anak. Anak jadi belajar bagaimana harus bersikap sopan dengan orang yang lebih tua seperti guru privat. Jadi, kelak mereka dewasa sudah bisa bersikap bagaimana seharusnya orang dewasa itu. Karena sudah terbiasa sejak kecil hingga remaja berinteraksi dengan orang  yang lebih dewasa. Jadi jika ingin menanamkan attitude, mulailah sejak kecil, bahkan berlanjut hingga mereka remaja.

Saya pernah juga mendengar celotehan anak yang les di rumah. Dia bilang, “Kalau lagi makan nggak boleh main laptop, nanti laptopnya kotor kena minyak.” Duh, saya speechless. Saya yakin bahwa itulah yang diajarkan oleh orang tuanya selama ini. Anak itu kan ngikut apa yang diajarkan sama orang dewasa yang ada di sekitarnya ya. Jadi ketika mereka terbiasa dengan nasihat yang secara langsung berimbas pada pandangan hidupnya. Mereka nggak akan nyari role model di luar rumah. Toh selama ini mereka mendapat hal-hal baik itu dari orang tua.

Yang ingin saya acungi jempol adalah bagaimana cara orang tua seperti mba Abel itu memberi pemahaman bahwa orang dewasa bukanlah orang yang harus ditakuti. Kelak anak-anak juga akan dewasa, bertumbuh menjadi manusia yang sesungguhnya. Anak-anak juga jadi tahu mana yang boleh dan tidak boleh beserta alasan logisnya. Jadi anak juga tahu kenapa sih nggak boleh melakukan hal ini? Kenapa harus begitu? Mereka akan belajar bagaimana tanggung jawab itu karena setiap tindakan ada risikonya. Orang tua nggak akan melindungi anaknya karena anak dididik untuk terbiasa bersikap sesuai dengan yang seharusnya. 


A photo posted by Ila Rizky (@ilarizky) on

Yang perlu dicermati adalah ketika ada orang tua yang terlalu sering mengatakan pada anaknya ketika remaja bahwa mereka masih remaja. Atau ketika masih kecil dibilang, “Ah, kamu masih anak-anak” ketika meminta anaknya mendengar nasihatnya. Padahal bukan itu yang dibutuhkan anak-anak. Yang dibutuhkan adalah alasan logis.  Anak-anak  baik yang balita maupun remaja sudah memiliki sikap tersendiri. Mereka ingin dihargai sebagaimana seharusnya. Tapi ketika orang tua memberi pemahaman bahwa “Kamu masih anak-anak”, kelak ketika remaja merasa mereka masih saja anak-anak di mata orang tuanya. Padahal anak remaja itu adalah fase transisi dari anak ke dewasa.

Anak remaja tanggung atau abege butuh banyak pemahaman yang diberikan pada mereka. Misalnya saja bagaimana kriteria istri atau suami idaman itu juga kelihatan dari kebiasaan orang tua untuk mewacanakan sejak dini. Kalau remaja sudah tahu bahwa mereka harus menjaga diri, pasti kelak mereka akan selalu ingat meski sudah terpisah jauh dari orang tua saat menuntut ilmu di kota lain. Bagaimana cara mereka memperlakukan uang itu juga terlihat dari kebiasaan orang tuanya sejak mereka kecil. Apa terbiasa diajak menabung atau tidak? Apa pernah diberikan bayangan bahwa kelak mereka harus punya rumah sendiri tanpa numpang di rumah orang tua. Itu juga diberikan ketika mereka sudah remaja. Ketika dewasa pemahaman hidup itu akan meresap masuk ke dalam hidupnya. Dan menjadi laku yang akan dikerjakan kelak.

See? Jadi perlu nggak sih mengenalkan pemahaman tentang dunia orang dewasa pada anak remaja? Saya rasa ada perlunya juga, tapi sebatas mana? Hanya orang tua yang tahu kapan waktunya mereka siap untuk memberikan wacana-wacana seperti itu.





4 komentar:

  1. sebenernya perlu ga perlu menurutku.
    Boleh menyampaikannya tapi dengan bahasa yang ringan2 aja dan mudah dimengerti anak sesuai dengan umurnya.

    Biasanya, hal2 kecil suka di lihat dan di turuti oleh anak hal2 yg dewasa ituh xixiix

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, teh. Pake bahasa yang ringan aja, pas ngobrol santai sambil minum teh :D Aku ngeliatnya sih ada perbedaan antara yang biasa interaksi dengan orang yang lebih tua, pikirannya juga tua, pandangannya jauh ke depan. Sabrina udah mulai bahas pertukaran pelajar ke Belanda, padahal di usiaku segitu aku masih sibuk mikirin acara tv favorit. Wekeke. Beda jauh banget :D

      Hapus
  2. setuju mbak. penting. sedih kalau lihat anak kecil ikut nimbrung trus 'diusir-usir'. yang disuruh bikin itu, yang diminta main ke luar, sampai yang dikatain masih kecil belum ngerti.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe, padahal anak-anak jadi belajar bahwa orang tuanya punya sahabat. nanti kalo mereka sudah dewasa dan orang tua sudah nggak ada, mereka yang akan menyambung silaturahim dengan sahabat2 ortunya itu. Aku keingetan ini pas ada acara keluarga jarang anak ikut dilibatkan buat diskusi padahal mereka juga perlu dikenalkan dengan serba serbi keluarga besar.

      Hapus

Silahkan tinggalkan komentar. Terimakasih sudah berkunjung.
Mohon komen pakai url blog, bukan link postingan. Komen dengan menggunakan link postingan akan saya hapus karena jadi broken link. :)