Pages

Rabu, 28 Agustus 2013

Angkor Wat and Borobudur: One Identity of ASEAN

Angkor Wat merupakan candi di Kamboja yang merupakan kebanggaan masyarakatnya. Angkor Wat dibangun pada masa Raja Jayavarman II. Sebelumnya, candi ini merupakan candi hindu, namun abad 15 berubah menjadi candi budha. Kebanggaan Kamboja terhadap candi ini terlihat dari bendera kamboja yang memuat gambar candi, sehingga jika orang melihat bendera tersebut, orang akan mengingat bahwa di Kamboja ada candi yang merupakan peninggalan berharga. Tiga ujung candi inilah simbol negara di bendera Kamboja. Luas dari Angkor Wat ini 1300 mx 1500m. Candi ini masuk ke dalam salah satu peninggalan situs sejarah yang masuk ke dalam situs warisan dunia UNESCO sejak tahun 1992. Candi ini pun pernah menjadi salah satu latar film hollywood. Yang artinya bahwa situs ini memang dikenal sampai ke Negara Paman Sam. 


Angkot Wat dari kejauhan (sumber)

Nah, candi ini memang unik. Jika kita amati ternyata ada relief Angkot Wat yang sama dengan relief di Candi Borobudur. Kesamaan ini tentu menimbulkan tanda tanya? Mengapa sama? Apakah karena pembuatnya adalah orang yang sama ataukah karena ada unsur budaya yang memang serupa di antara kedua candi tersebut? Karena jika dilihat sebenarnya Angkot Wat dibuat setelah tiga abad Bodobudur dibuat. Jadi mengapa bisa sama? Saya melihat ada migrasi budaya karena migrasi penduduk. 

Beginilah awal mulanya. Awal pendirian kerajaan Angkor dimulai pada masa Jayavarman II. Sebenarnya raja ini ada hubungannya dengan kerajaan di Indonesia karena Jayavarman II pernah menimba ilmu dari Indonesia, tepatnya di Pulau Jawa. Singkatnya Jayavarman II mengenalkan diri sebagai sosok raja tunggal pengganti Jayavarman I di daerah Chandia-Kamboja. Tak heran, dia menerapkan apa yang sudah dipelajari dari pulau Jawa: politik, seni, agama, dan arsitektur saat sudah kembali ke kerajaannya. (sumber)

Culture linking friendship sumber 

Untuk arsitektur candi, sang raja terinspirasi membuat candi yang serupa reliefnya dari  relief di candi Borobudur. lalu bagaimana jika sama? Saya tidak mempermasalahkan hal ini, artinya kita memang memiliki percampuran budaya antara satu negara dengan negara lain. Walau sama dan dikatakan serumpun, kita bisa melihat bahwa kesamaan itu pun tetap memiliki ciri masing-masing.  

Jika Angkot Wat diistilahkan sebagai "anak" candi borobudur karena klaim relief yang sama tadi, hal inilah yang membuat penemu mencari keunikan antara kedua candi tersebut sehingga muncullah istilah sister sites. Situs yang bersaudara. Bisa dilihat bahwa saudara yang dimaksud adalah saudara satu rumpun. Indonesia dan Kamboja merupakan rumpun asia yang sama-sama mengadopsi budaya yang sama. Budaya yang sama ini mengakar pada satu rumpun melanesia. 

Lalu, apakah dengan ini kita akan mengatakan Indonesia dan Kamboja adalah bangsa serumpun? 


Ya, karena ASEAN memang satu rumpun. Kita memiliki akar budaya yang sama, sehingga tidak perlu mempermasalahkan budaya ini milik siapa. Yang kita perlukan saat ini adalah menjaga agar budaya tadi menjadi salah satu jembatan kita untuk menyatukan persamaan dan bekerjasama. Satu rumpun atau one identity ini mengarah lagi pada one community. Kita perlu membuat komunitas ASEAN aman dan tentram. Klaim budaya tidak perlu lagi, karena seperti yang saya katakan sebelumnya. Migrasi budayalah yang telah membuat kita serumpun. 

relief candi borobudur (sumber)
Penyatuan rumpun itu akan menjadi harmoni. Dengan tetap menjadikan sister sites sebagai satu modal utama untuk menaikkan pamor ASEAN dimata dunia internasional. Bahwa ASEAN adalah kawasan yang aman, nyaman untuk dikunjungi dan bersahabat. Jika Borobudur punya event setiap tahun seperti Borobudur International Festival. Kita bisa mengoptimalkan pertunjukan seni dan budaya internasional, pasar rakyat, borobudur travel mart, seminar internasional warisan budaya, maupun tour gratis bagi peserta Borobudur Internasional Festival dari luar negeri dan provinsi lain ke beberapa objek wisata. Sehingga kita bisa mengangkat dan menerapkan potensi yang kita miliki untuk bersaing secara terbuka dan profesional di pasar global. Yuk, ciptakan keunggulan dari potensi yang sudah kita miliki. Kita bisa! ;)

Tegal, 280813, 02:56

Sumber Referensi: 

Jateng Aman untuk Berwisata, Suara Merdeka , 27 maret 2013
http://soulbluezer.blogspot.com/2012/05/tempat-wisata-kamboja.html
Petualangan di Kamboja (4): Sejarah Angkor, Bekas Kerajaan Terbesar di ASEAN

4 komentar:

  1. wouw...mlipir neh jadinya mbaca post hari keduanya.

    BalasHapus
  2. artikel yang sangat indah sekali kak

    BalasHapus
  3. mba hanna : makasih, mba hanna. semoga tulisannya bermanfaat buat yang baca :D
    mba rie : hehe, baru hari kedua, mba. hari berikutnya tambah susah materinya. wekeke
    ade : makasih ya :)

    BalasHapus

Silahkan tinggalkan komentar. Terimakasih sudah berkunjung.
Mohon komen pakai url blog, bukan link postingan. Komen dengan menggunakan link postingan akan saya hapus karena jadi broken link. :)