Pages

Rabu, 25 Maret 2020

Selarik Kisah Cinta


Selarik Kisah Cinta

Kisah cinta manusia memang rumit, sampai aku tak tahu harus berkomentar apa lagi. Kisah cintaku dulu bukan hanya kisah cinta yang manis dan romantis, tapi juga pahit. Jika ada mesin waktu, aku ingin meminta untuk kembali ke masa itu, lalu mengubah beberapa kejadian agar hidup tidak seperti sekarang. Lalu, aku merenung kembali. Bukankah ada bagian dalam kisah itu juga yang membawaku menjadi diriku saat ini? Lantas mengapa aku harus mengubahnya? Hal itu tak akan memberi dampak apapun.


Entah kenapa, kadang aku masih bersikap sentimentil ketika ada orang yang menyebut namanya, atau kisah kami dulu. Padahal kejadiannya sudah lama sekali. Aku pikir sudah lupa dan membiarkan kisah itu menguap begitu saja. Tapi ternyata sulit juga untuk membuat orang berpikir bahwa kisah kami sudah selesai. Ternyata, ada yang belum selesai. Perasaan perasaan yang rumit. Rasa yang menggantung. Kisah yang menyesakkan dada. Berbagai keresahan yang muncul saat itu hingga kini kadang masih sering kurasakan pula di mimpi-mimpiku. Aku bermimpi buruk? Iya. Tapi itu dulu.

Suatu hari aku pernah patah hati lagi. Itu terjadi sekitar setahun lalu. Seseorang mengabari akan menikah, lalu aku mengucapkan selamat. Aku terdiam lama ketika membaca tulisan itu, lalu mengingat lagi kejadian beberapa hari sebelumnya. Entah firasat atau tidak, tapi aku sudah merasa orang itu akan pergi jauh.

Saat itu aku bermimpi didatangi seseorang, entah siapa. Sosok itu begitu hangat dan membuatku nyaman. Aku hanya merasa dia bukan orang yang aku kenal. Tapi orang itu berkata, “you will be oke.”

Aku akan baik-baik saja? Benarkah? Orang itu memelukku untuk menenangkanku, dan aku merasa nyaman. Rasa nyaman yang belum pernah aku rasakan. Saat terbangun, aku terkaget karena memimpikan orang yang tidak aku kenali. Sampai saat ini aku masih ingat detail mimpinya dan bertanya-tanya, siapa dia? Apa yang membuat aku sampai bermimpi seperti itu? Apakah itu mekanisme pertahanan diri yang membuatku memimpikan sesuatu yang aku harapkan? Entahlah.



Beberapa bulan setelahnya aku menghabiskan waktu untuk mempelajari berbagai bahasa dan berlibur keluar kota hampir setiap bulan. Sungguh, bukan hal yang biasa aku lakukan, tapi mau gimana lagi? Saat itu yang terpikir adalah aku tak mau patah hati lebih lama lagi, jadi kuhabiskan waktuku untuk mempelajari sesuatu yang baru, bertemu dengan orang baru, membuat kenangan-kenangan indah yang baru di tempat yang kusinggahi.

Saat awal tahun, aku membuat resolusi untuk tahun 2020. Aku tak memasukkan impian menikah bukan karena tidak mau, hanya saja aku pikir bukan untuk tahun ini, entahlah. Anggap saja aku sedang dalam masa healing, jadi urusan cinta-cintaan kusingkirkan lebih dulu. Aku hanya mau fokus pada hal-hal baik yang membuatku nyaman dan bahagia. Urusan cinta kan bisa nanti. :p Toh kalau jodoh nggak kemana kan?

Ada seorang sahabat yang mengatakan kegelisahannya, “Aku khawatir sama mba,”

Kupikir kekhawatirannya memang beralasan. Aku pernah trauma dengan kisah cinta yang membuatku patah hati di tahun-tahun selepas aku kuliah. Ketidak nyamanan yang membuatku malas untuk membuka hati, membuka diri, dan bahkan malas bersosialisasi seperti dulu. Ya wajar sih, itu mekanisme pertahanan diri yang kulakukan. Bahkan sampai sekarang aku masih membiarkan separuh diriku dianggap misterius bagi sebagian besar orang. Bukan, bukan soal sifat, hanya kadang aku menampilkan diriku bukan seperti aku yang dulu. Yang ceria, yang ramah, yang tidak suudzhon pada orang. Kini sebaliknya, aku merasa menjadi diriku yang bukan aku. Apa itu berlebihan? Entahlah.

Aku pernah membayangkan sosok seseorang yang sangat aku impikan. Dari berbagai macam kriteria, aku memasukkan kriteria-kriteria di atas rata-rata dalam setiap doaku. Terdengar menyebalkan memang. Haha. Tapi ya bodo amatlah. Aku berpikir Tuhan kadang lucu. Aku harus meminta dengan detail untuk setiap keinginanku yang kusebut dalam doa. Jadi aku harus mendetailkan dirinya juga. Sampai aku beranggapan bahwa aku berlebihan. Yasudahlah, namanya juga doa. Setiap doa kan direkam, dikabulkan kapan-kapan. Entah dalam waktu singkat atau harus menunggu berapa purnama lagi, aku tak tahu.



Yang aku tahu kini aku merasa sudah lebih baik dibanding tahun lalu. Banyak yang aku alami dan rasakan selama satu tahun terakhir. Aku bertemu banyak orang yang membuat wawasanku bertambah, rasa simpatiku meningkat, pun juga aku lebih banyak berdoa untuk sesuatu yang aku inginkan. Jadi, apalagi yang harus aku minta? Aku hanya ingin bahagia dengan jalan yang sudah aku pilih dan akan aku jelajahi nanti. Aku hanya minta agar orang yang nanti datang benar-benar untukku, bukan hanya singgah sejenak lalu pergi lagi. Itu menyebalkan sekali. :p Makanya kadang rasa malas untuk berkenalan pun sesekali masih muncul. Pertanyaan yang membuat aku kembali memikirkan apakah aku memang sedingin itu saat ini?

Kalau kata seorang kakak, “Kalau yang jomblo nih, lagi kering-keringnya.” Hahaha. Aku tertawa karena memang iya sih. xD Andai meminta itu semudah menjentikkan jari, tentu keinginan itu akan cepat terwujud. Tapi bukankah menyenangkan menikmati setiap proses, tahu bahwa doa-doa kita didengar dan diamini malaikat saja itu sudah sesuatu yang membuatku bahagia. Bahwa doa-doa tak ada yang sia-sia. Jadi, sekarang aku hanya ingin menikmati hidup. Sebahagianya aku.

Semoga saat dia datang nanti, aku sudah benar-benar sembuh dari trauma di masa lalu. Jadi, aku akan bilang padanya, “Terima kasih sudah datang di saat yang tepat. Aku memanggilmu lewat doa-doaku. Kalau kamu ingin datang saat ini, datanglah dan masuklah dalam hidupku.”

See you next chapter for my life, dear you.

Tegal, 25 Maret 2020, 21:28


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar. Terimakasih sudah berkunjung.
Mohon komen pakai url blog, bukan link postingan. Komen dengan menggunakan link postingan akan saya hapus karena jadi broken link. :)