Pages

Selasa, 04 September 2018

Review Film Hichki – Rani Mukherji


Review Film Hichki – Rani Mukherji

Hai-hai, man teman, udah lama banget saya nggak nonton film India yang dibintangi Rani Mukherji. Terakhir nonton sekitar pas SMP deh. Wkwk. Berapa tahun yang lalu ituuu? Lama bet yaaah. :D Jadi waktu tahu ada film terbarunya yang berjudul Hichki, film ini beda dibanding yang lain, saya penasaran dong. Sayang film ini nggak tayang di bioskop sini, atau saya yang kelewat jadwalnya ya? Hehe. Pokoke akhirnya saya nonton setelah download file di internet. Sekalian nyari subtitle yang udah ada. Syukurlah nemu subtitle yang asyique buat dinikmati. *eaak





Film Hichki merupakan film India yang diperankan oleh Rani Mukherji. Rani Mukherji di film ini berperan sebagai seorang guru gagap yang memiliki penyakit Tourette Syndrome. Ia merupakan seorang sarjana pendidikan dan Magister Sains. Well ya, diliat dari background pendidikannya sih Naina ini nggak main-main ya. Pendidikannya mentereng gitu loh. O.o

Siapa sih yang bisa lulus magister dengan bagus, plus jurusannya sains pula yang notabene berat loh materi-materi kuliahnya. Wkwk. Soale saya pun ngalami belajar matematika murni tak semudah matematika di sekolah menengah atas. Jauh banget bedanya, kaka. Harus belajar teori dasar gimana bikin persamaan biar logis dan bisa diprove it. :p

Naina dan Pak Wadia


Guru Gagap dengan Tourette Syndrome


Nah, tourette syndrome itu apa sih? Jadi, tourette syndrome itu sebuah penyakit cegukan yang berulang kali karena ada kelainan di syaraf otak. Hichki atau cegukan ini bersifat permanen, tidak bisa disembuhkan karena gangguan sistem syaraf yang membuat penderitanya kaget seperti ada aliran listrik. Itu sebabnya Naina cegukan trus sepanjang hari.

Ga kebayang deh gimana rasanya cegukan seumur hidup, sepanjang hari pula. Wong aku yang ngalami alergi debu dan bersin  aja kalo lagi kambuh bisa meler mulu hidungnya selama berjam-jam. Makanya harus sedia tissue kalo lagi kambuh. Bikin nggak nyaman? Iyalah, tapi ya mau gimana ya. Namanya orang alergi kan. Kalau Naina bukan alergi, tapi syndrome.

Cegukan ini membuat Naina ditertawakan seisi ruangan, baik saat dia jadi siswa maupun jadi guru. Dia mendaftar untuk jadi guru di St Nortker. karena terinspirasi dari kepala sekolah yang dulu memberinya sebuah kesempatan untuk masuk sekolah meski ia memiliki syndrome yang sulit disembuhkan.

Sejak 5 tahun lalu, ia mendaftar sebagai guru, namun puluhan sekolah menolaknya karena penyakit tersebut. Ia juga ditolak oleh sekolah terakhir tadi sebanyak 5 kali. Lima kali tapi nggak nyerah juga. Heran deh, salut banget. Terbuat dari apa semangatnya ya. :D

Ada satu dialog yang bikin ketawa pas Naina cerita tentang cegukannya.

“Apa ia menganggu makan dan tidurmu? 
“Kami berbagi tugas. Aku yang makan, dia yang minum.”

Naina jawab gitu sambil nyengir dan kepalanya geleng-geleng kek bilang acha acha. Ahaha. Ya gitulah, lucu ekspresinya pas cerita ini. Salut sama dia, karena dia PD banget. xD

Naina mengajar muridnya dengan fun ^^


Suatu hari Naina mendapatkan sebuah panggilan telepon bahwa ia diterima sebagai guru permanen selama 7 bulan untuk mengajar anak didiknya yang begajulan. Kenapa dapetnya kelas yang aneh? Ya gimana, hahaha. Ternyata murid-mudinya ini generasi terakhir dari sebuah kampung kumuh. Yaaa nasiiibbb!

Jadi mereka diberi kesempatan untuk masuk sekolah bonafit tapi karena mereka emang dari kelas sosial yang berbeda, terlihat perbedaan yang nampak dari attitude, skill, kecerdasan, ekonomi, dan lain-lain. Makanya guru-guru pada nyerah deh ngajar anak-anak nakal begitu. Dipikirnya gurunya apa ya, kok bisa-bisanya dikerjai ampe parah bener.

Bahkan ada anak-anak didiknya yang taruhan bahwa guru gagap seperti dirinya tidak akan bertahan lama di sekolah untuk mengajar mereka. Paling hanya betah 1 minggu, itu pun tidak lama setelah dikerjai habis-habisan oleh mereka. Well, itu prediksi anak-anak, tapi siapa yang nyangka apa yang akan terjadi di kemudian hari? :p

Percobaan sains di lab sekolah


Kelas Khusus 9F Untuk Anak-anak Generasi Terakhir Kampung Kumuh


Singkat cerita, Naina pun memulai kelasnya, tapi kelas yang diajarnya berbeda, itu sebabnya ia menggunakan metode mengajar yang berbeda, lebih fun dan lebih banyak praktik. (kalo di sini mirip kurtilas gitu deh, ka). Tapi di sisi lain, ada guru yang nggak suka dengan kehadiran Naina, ia ingin guru itu benar-benar berhenti mengajar. Namanya pak Wadia.

Naina ingin membuktikan bahwa ia bisa mengajar, meski ia memiliki cegukan parah yang bikin dirinya sering nyeletuk “Wak wak” atau “Cha cha” tanpa bisa dikendalikan. Dia biasanya pegang dagu trus diketok-ketok gitulah ya. Biar diem, tapi masih suka kambuhan kalo lg stress.

Singkat cerita, Naina ini pengin banget bisa ngajar muridnya. Buat buktiin juga ke ortunya, terutama ayahnya kalo dia bisa jadi guru yang baik. Tapi gimana coba caranya ngajar anak begajulan yang nakal banget sampe hobi ngerjain gurunya? Gimana caranya meyakinkan mereka kalo mereka itu bisa kok kayak kelas 9A yang langganan jadi juara dan dapet lencana PREFECT.  Bisa berubah dari anak kelas 9F yang sering diledek biang kerok keributan di sekolah dan failure alias tukang gagal. Sedih sih ini, tapi gimana dong. Anak-anaknya aja pada males belajar.


Berawal dari Perubahan Kecil untuk Kesetaraan Pendidikan


Sampai suatu hari Naina kasih brainstorming tentang kenapa dia bakal tetep ngajar mereka meski anak-anak itu nakal dan susah dikendalikan oleh orang dewasa. Ternyata, anak-anak hanya butuh diberi kesempatan yang sama untuk bisa mengenyam pendidikan seperti teman-teman lainnya.

“Menyakitkan telinga bukan, suaranya? Dulu aku dengar ini di sekolah. 17 tahun kemudian aku dengar lagi suara ini. Dari kapur dan dari kalian. Ini yang biasa kalian lakukan bukan? Di sekolah, di hidup, di masyarakat. Berdecit-decit. Kalian mencoba membuktikan apa? Bahwa tak ada yang bisa melawan kalian? Mungkin mengejutkan bagi kalian. Kalau tak ada yang tertarik melawan kalian di sini.  Tapi ya... kami tertarik mengajar kalian. Tahu istimewanya kapur ini? Jika ujung kecilnya dipatahkan. Tidak lagi berdecit. Sebuah patahan kecil. Sebuah perubahan kecil. Itulah perbedaan antara kenapa dan kenapa tidak?” 
“Ujian akhir 4 bulan lagi. Sekarang kalian harus putuskan. Mau membuat perubahan kecil atau terus berdecit.”

Amazing, ternyata anak-anak mau dengerin apa ucapannya. Wow! Susah loh ngurus anak nakal. Ada aja ulahnya, dan Naina paham bahwa yang dibutuhkan anak-anak bukanlah guru, tapi sahabat yang siap mendengar keluh kesah mereka. Jadi Naina pun blusukan gitu ke rumah muridnya. Satu-satu diliat deh kendalanya apa.

Ternyata mereka welcome pas gurunya dateng. Malah ngenalin ke ortu anak-anak, dan ortunya pun mendukung agar anaknya tidak berakhir seperti mereka. Anak-anak harus mengenyam pendidikan agar ia bisa mengangkat harkat martabat keluarganya. Agar anak-anak bisa keluar dari lingkaran kemiskinan yang membelenggu mereka selama ini. Agar anak-anak paham bahwa yang dibutuhkan hanyalah kesempatan untuk bisa sejajar dengan anak lainnya dalam hal pendidikan.

Bareng pak Kepsek :D

Buat Naina dan ke-14 muridnya, mereka harus berusaha keras untuk membuktikan bahwa kelas 9F tak seperti yang orang lain pikirkan. Bukan kelas buangan, bukan kelas orang miskin. Tapi gimana perjuangan Naina? Tonton aja deh sampe kelar. ;) Seruuu banget filmnya! Baru kali ini ngerasain gimana film pendidikan bisa seseru ini. Kebayang kalo di sekolah diajar sama guru seasyik Naina, pasti suasana kelas jadi fun. Hehe.

Apalagi pas bagian Naina bagi-bagi telur gratis buat ngabsen siswanya, juga ngenalin konsep matematika, persamaan, dan fisika. Well ya, buat mantan anak Matematika sepertiku, cara Naina ngajar ini fun banget! Wagelaseh, ada guru seenjoy ini cara ngajarnya. Nggak terpaku dengan aturan kelas yang ketat dan kaku. Bahasa ngajarnya juga disesuaikan dengan anak-anak, jadi lebih mudah dimengerti.

Anak jadi lebih asyik belajar konsep dan praktik secara langsung. Ampe ketawa ngakak deh pas denger anak kelas 9A nanya, “Siapa yang sakit?” trus dijawab, “Bola basket.” Wkwk. Duh, humorku sereceh itu. Lol.


Menghalau Rasa Takut Dan Menerbangkan Impian


Seru juga pas bagian mereka berusaha untuk belajar walau harus berjibaku dengan pekerjaan rumah dan sederet masalah lainnya. Guru seperti Naina ini langka banget. Kalau ada, pasti muridnya bakalan sangat berterimakasih karena belajar mengajar bisa seasyik ini. ^^

“Bukalah halaman terakhir, berpikirlah selama 10 menit tentang hal yang kalian takutkan. Yang dibenci dari diri kalian. Tulislah di halaman itu. Ayo!” 
“Kisah hidup kalian yang penuh rasa takut akan terperangkap di kertas ini. Tapi jika kalian menerima rasa takut ini. Kebenaran ini akan menjadi angin di bawah sayap kalian.” 
“Mulai hari ini, rasa takut ini adalah kekuatan kalian. Bukan kelemahan. Lepaskan mereka, dan kalian akan terbang bersamanya.”

menerbangkan pesawat kertas, melepaskan rasa takut 

Film ini terbilang sukses dan masuk jajaran box office di negara asalnya, India. Jadi kalau kamu lagi nyari film yang bagus dan nggak keberatan dengan gaya ala India yang sesekali masih ada lagu-lagu dan jogetnya, film ini bisa jadi pilihan untuk tontonan serumu di akhir pekan. Endingnya ga ketebak deh, dan asyiknya twist ini bikin filmnya nggak ngebosenin. Hehe

Film Hichki ini membuktikan bahwa India masih punya orang-orang terbaik yang peduli dengan pendidikan anak bangsanya. Ya, pencapaian India dibanding negara lain di Asia memang masih kalah jauh. Tapi jika mereka bisa berjibaku mewujudkan impian, India bisa jadi negara yang maju dimulai dari mencetak generasi mudanya. Saya merasa perjuangan para artis untuk mewacanakan betapa pentingnya peran pendidik dimulai dari film 3 Idiot, Dangal, dan Hicki ini sudah mulai membuahkan hasil. Well ya, India bakal jauuhhh lebih baik di tahun-tahun mendatang. Saya yakin itu.

guru adalah pemandu arah bagi anak-anak didiknya, seperti bintang utara yang paling terang di langit

Overall, film Hichki ini di luar ekspektasi saya. Seru, asyik, fun, sedih, kecewa, marah dan bahagianya tergambar dengan apik lewat dialog dan akting para pemerannya. Menurutku film Hichki ini film terbaik Rani Mukherji sepanjang karir filmnya. Ratingnya : 9 bintang dari saya buat film ini! ^^

“Tidak ada murid yang buruk, yang ada hanyalah guru yang buruk.”

5 komentar:

  1. "Tidak ada murid yang buruk, yang ada hanyalah guru yang buruk" duh jleb banget ya. Jadi pengen nonton filmnya deh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hayuk nonton, mba Tian. Rani Mukerji dapet penghargaan karena main film ini.

      Hapus
  2. aaah tenkyu, suka ulasannya. Bikin berhasrat klo nonton film yg begini. Btw, saya juga sudah lama nggak nonton Rani Mukerjee, terakhir di film Black... dan itu keren banget juga dia, menurut saya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hayuk, nonton segera, mba Lidha. Hehe. :D
      Aku malah belum nonton Black.
      Udah lama banget ga nonton film Rani karena dulu sukanya nonton di tv, hehe. Jadi ga ngikuti update filmnya.

      Hapus
  3. keren nih bacanya , wah jadi inget pertama aku ngajar di sekolah yang memang terkenal bandel dan suka tawuran. memang ternyata mereka butuh perhatian

    BalasHapus

Silahkan tinggalkan komentar. Terimakasih sudah berkunjung.
Mohon komen pakai url blog, bukan link postingan. Komen dengan menggunakan link postingan akan saya hapus karena jadi broken link. :)