Pages

Jumat, 15 Juli 2016

Proyeksi Pendidikan Anak SMK

Libur anak-anak sekolah minggu ini masih berlangsung. Menyisakan banyak pertanyaan di kepala saya. Apa semester kemarin sudah berjalan dengan baik? Apa ada anak yang masih belum paham materi yang diajarkan? Terakhir kali les berlangsung, ada anak kelas 3 SD yang masih sibuk minta dibantuin menyelesaikan urusan remidial sekolahnya. Saya yang kecapekan habis ngurus ini itu karena sedang renovasi rumah harus membantu dia juga untuk menyelesaikan materi yang diberikan sebelum adzan isya berkumandang. Praktis, ini bikin saya sedih. Sedih karena ternyata masih ada juga anak yang belajarnya kurang dibanding teman lainnya.

Sebenarnya ini juga yang bikin saya merasa agak tertekan ketika mengajar anak yang lainnya. Saya ngajar anak kelas 1 SMP. Ada 3 anak, waktu itu. Saya sempet nanya, gimana nanti kalo abis SMP mau lanjut ke mana?  Perbincangan seperti ini saya rasa perlu karena anak-anak kadang nggak punya gambaran seperti apa masa depan mereka nanti. Apalagi bagi anak yang masih ada di keluarga dengan standar pendidikan yang masih minimal. Di sini anak sekolah rata-rata hanya berhenti di SMK maupun SMA, setelah itu lanjut kerja. Jarang ada yang mau kuliah karena dirasa biaya pendidikan mahal. Ada pula yang lanjut kuliah tapi bayangan kuliah model seperti apa belum terpikirkan.

Salah satu anak yang saya tanya itu menjawab, “Pengin lanjut  SMK, mba. Di elektro biar bisa langsung kerja.” Yups, itu jawaban yang menurut saya sudah mengacu pada pilihan jurusan yang lebih detail. Dibandingkan kalau ditanya sekolah mana masih belum kepikiran.  Soal anak SMK, sebenarnya SMK maupun SMA punya nilai plus masing-masing. Anak SMK dididik untuk langsung siap kerja dengan bekal skill yang sudah dimatangkan sejak bangku sekolah. Jadi jika mereka diterjunkan ke dalam lapangan sudah siap untuk menyelesaikan pekerjaan teknis. Berbeda dengan anak SMA yang lebih banyak belajar teori sehingga lebih siap untuk lanjut kuliah.

Trus, saya jadi inget cerita tetangga yang anaknya SMK, dia bilang bahwa beruntung anaknya saat lulus masuk ke dalam 10 besar dari jurusan yang dia pilih. Jadi pihak sekolah mau membantu untuk menyalurkan setelah lulus. Katanya, nggak semua anak disalurkan karena jumlahnya yang banyak. Dari pihak perusahaan pastinya hanya mau menerima yang nilainya dirasa sesuai untuk masuk ke perusahaan tersebut. Itu sebabnya meski alumni SMK digadang-gadang sebagai siap kerja, baiknya sih memang memiliki skill yang mumpuni  dan nilai yang bagus.

Soal nilai 10 besar ini saya jadi ingat cerita di novel Sabtu Bersama Bapak. Waktu diceritain kalau semua cita-cita bisa diwujudkan, asal punya tiketnya. Apa itu? Belajar. Lulus dengan nilai bagus. Permasalahannya jika anak-anak SMK hanya ditekankan untuk siap kerja saja tanpa mempedulikan nilai, bagaimana mereka bisa masuk ke perusahaan yang diinginkan jika tiketnya saja tidak punya? Itu sebabnya sebenarnya anak SMK pun baiknya perlu untuk kompeten di bidangnya. Semakin sering berlatih dengan skill yang sudah diajarkan di sekolah, maka mungkin saja jika anak SMK akan bisa lebih gesit menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada di lapangan saat bekerja nanti. Jadi, apa kamu punya cerita lain tentang  sekolah SMK? Share dong di komentar. :)

2 komentar:

  1. tapi saya adalah bagian dari arus mainstream yang lanjut ke SMA haha jadi bingung komennya
    tapi staff2 saya semasa masih kerja anak SMK semua kebanyakan
    dan mereka memang keren kalo soal teknis

    BalasHapus
  2. Menurutku sih anak SMK itu lebih cekatan pas kerja
    Gimana enggak wong selama sekolah banyak praktek nyaa

    SMA mah dikelas mulu. Paling juga ke lab biologi ngintip mikroskop atau ngitung tekanan uap. Yang sayangnya nggak ada guna nya di kantor atau di sebagian besar tempat kerja wkwkwk

    Jadinya anak SMA wajib kuliah deh~

    *aku anak SMA hihihi*

    BalasHapus

Silahkan tinggalkan komentar. Terimakasih sudah berkunjung.
Mohon komen pakai url blog, bukan link postingan. Komen dengan menggunakan link postingan akan saya hapus karena jadi broken link. :)