Pages

Kamis, 28 April 2016

Cerita dari Rumah Sakit

Seminggu yang lalu ada kejadian yang bikin saya merinding saking mendadaknya. Pakdhe yang kakaknya ibu saya meninggal dalam usia 62 tahun setelah melewati masa kritis selama hampir semingguan di rumah sakit. Awalnya karena sakit liver yang sudah lama diderita bikin badannya jadi kurus tapi perutnya membuncit. Saya pikir hanya itu saja yang terlihat tapi lama-lama kakinya juga makin membengkak karena sakit itu.

Sebelumnya beberapa bulan yang lalu ia rutin untuk berobat tapi entah kenapa kadang obatnya nggak dihabiskan, atau malah kadang suka nyari makanan yang sebenarnya ga boleh dimakan alias dijadikan pantangan. Tahu sendiri bahwa pasien dari suatu penyakit berat pasti punya pantangan yang dianjurkan untuk dihindari agar lekas sembuh. Tapi sayangnya pakdhe ga mau menerima kenyataan itu. Malah beberapa hari sebelum dirawat di rumah sakit karena kritis, dia membeli makanan yang dia suka, makanan pedas. Efeknya langsung terasa karena tubuhnya sudah dalam kondisi sakit malah bikin jadi sakit berat. Badannya nggreges, lalu jadi sering pup di toilet untuk membersihkan kotoran di dalam ususnya. Sayang seribu sayang, yang terjadi malah hal yang paling ditakutkan yaitu pup yang encer dan berdarah.

Setelah berkali-kali bolak-balik ke rumah sakit, pakdhe sempat juga jatuh di kamar mandi. Saya dan bulik yang panik akhirnya memanggil tetangga karena tidak ada laki-laki di rumah. Tapi beliau malah bilang ga kenapa-napa. Sampai akhirnya besoknya terjadi lagi begitu. Jatuh di kamar mandi dan ngerasain tubuh yang lemas. Juga pup yang berdarah. Seorang sepupu ditelpon oleh bapak untuk diminta ke rumah ngurus pakdhe dan akhirnya dipanggillah ambulans. Pakdhe dibawa ke rumah sakit setelah sakitnya yang terakhir itu.

Mas sepupu dan ibu yang mengurus administrasi juga prosedur pemulangan jenazah
Di salah satu rumah sakit swasta Islam yang sepupu saya pilih, bolak-balik kami sempat mengurus segala sesuatu termasuk pernah juga diminta memasukkan pakdhe ke ICU karena sudah tidak bisa bernafas dengan baik. Pupnya pun tidak sesering sebelumnya. Berkali-kali harus mengganti selang infus.

Saya jadi bergidik ngeri ketika diminta ibu menengok ke sana karena katanya kondisinya sudah kritis. Bukannya untuk menjenguk saja, tapi untuk membacakan ayat suci al quran. Saya pikir apa sudah saatnya ya? Karena memang sudah lama sakitnya hampir empat bulan ini rujukan terus ke rumah sakit. Saya sudah berpikir yang tidak-tidak, tapi meski baru pulang sehari dari luar kota, saya mengiyakan ajakan ibu untuk menjenguk ke rumah sakit.

Karena hanya dengan ibu, jadi saya hanya mengandalkan logika saat berpikir. Ibu saya emang gampang panikan jadi kalau nanti ada apa-apa saya bakalan harus tetap berwajah biasa aja. Jangan ikutan panik. Makin panik makin nggak ada solusi yang bisa dihasilkan. Dan benarlah firasat saya bahwa hari itu hari terakhir pakdhe di dunia. Karena ketika akan masuk ke ruangan Flamboyan di koridor hawanya udah nggak enak, rasanya dingin aja.

penjelasan tentang AIA Family First Protection (AFFP) 
Saya ngebayangin gimana kalau nanti meninggal, gimana ngurusnya? Tapi beruntung ada suster dan bagian administrasi yang membantu untuk menyelesaikan segala administrasi. Bahkan termasuk mengurus surat kematian, pemulasaran jenazah, memulangkan jenazah dengan ambulans, dan menyelesaikan administrasi pembayaran biaya rumah sakit yang ternyata gratis karena sudah tercover BPJS.

Pakdhe memang dulunya karyawan sebuah pabrik gula di kota kami. Jadi sudah sering membayar biaya asuransi bagi karyawan. Saya pikir sudah saatnya juga saya memikirkan untuk kemungkinan menggunakan asuransi meskipun saya bukan karyawan. Mungkin saya perlu menggunakan asuransi dari pihak swasta seperti aia-financial.co.id agar bisa membantu mengcover biaya rumah sakit ketika dibutuhkan. Saya tadi ngecek web aia-financial.co.id dan melihat penawaran polis yang dijual. Meskipun untuk sekarang saya harus melihat kembali apakah sesuai dengan kebutuhan saya atau tidak.  Ya, siapa tahu suatu saat saya benar-benar membutuhkannya.






6 komentar:

  1. Pakdhe yg tempo hari mbak ila ceritain ke aku itu kah?

    Innalillahi wa inna ilaihi roji'un...

    BalasHapus
  2. Innalillahi wa inna ilaihi raajiun...semoga pakdhenya mbak Ila diterima disisi Allah,aamiin

    BalasHapus
  3. Inalilahi wa inailahi rajiun.
    Yang tabah yaa Mba Ila dan keluarga

    BalasHapus

Silahkan tinggalkan komentar. Terimakasih sudah berkunjung.
Mohon komen pakai url blog, bukan link postingan. Komen dengan menggunakan link postingan akan saya hapus karena jadi broken link. :)