Pages

Minggu, 19 Mei 2013

[ABFI 2013] Keraton Kasunanan Surakarta Warisan Kekayaan Budaya Jawa

Suasana di dalam keraton Surakarta saat penutupan ABFI
ABFI dengan tema "Reinventing the Spirit of Cultural Heritage in Southeast Asia" yang diadakan sejak tanggal 9-12 Mei 2013 akhirnya ditutup di Keraton Kasunanan Surakarta. Acara ini bekerja sama dengan Telkom Indonesia sebagai penyedia wifi di keraton, tempat acara berlangsung. Keraton Surakarta adalah destinasi terakhir dari ABFI 2013 setelah sebelumnya saya sempat naik kereta uap untuk berkeliling kota Solo dan juga belanja tas batik di Pasar Klewer. Keraton Surakarta ini berbeda dengan tempat lain yang pernah saya kunjungi di Solo. Suasananya lebih damai dan tidak bisa sembarang orang masuk ke sana. Ada aturan yang harus ditaati oleh pengunjung keraton. Waktu saya masuk ke sana, ada abdi dalem yang mewanti-wanti untuk tidak menggunakan alas kaki jika yang saya gunakan adalah sendal. Akhirnya, saya harus melepas sandal yang saya pakai. Pasir yang ada di keraton agak kasar tapi juga ukurannya kecil-kecil dan yah... ini yang bikin saya bertanya-tanya kenapa harus melepas kalo memang bikin kaki agak kerasa sakit ya. Terutama karena kita memang habis muterin pasar, jadi berasa capeknya. Pasir di kawasan keraton ini merupakan pasir asli dari pantai selatan jawa. Oya, saat saya akan jalan ke arah lantai dekat patung, sang abdi dalem pun melarang kami untuk melakukannya. Katanya harus melewati pohon sawo kecik, alias lewat bawah saja. Kami dijamu di ruangan bernama Sasana Hadrawina.

selat solo, makanan khas solo. nyummy banget lho :D (doc : R. Triyanto Saputra)
Acara di keraton dibuka oleh sambutan dari Ketua Pelaksana Asean Blogger Festival Indonesia, Novianto PR, lalu dilanjut oleh pidato Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Wandansari. Menurutnya, tahun 1945 terjadi maklumat Surakarta. Keraton Surakarta merupakan warisan dunia dalam pelestarian budaya. Tanggal 16 Juli 1988, seorang utusan Presiden RI, yaitu Bapak Soesilo Sudarman di Utara Sasana Parasedya menyampaikan Surat Keputusan Presiden RI tanggal 16 Juli 1988 No. 23, yang isinya menyatakan bahwa Karaton Surakarta menjadi Sumber Kebudayaan Nasional Indonesia yang harus dilestarikan dan dikembangkan. Saat itulah, Pemerintah menetapkan tanah Karaton dari Gladag sampai Gading termasuk bangunan dan Alun-alun dan Masjid Agung menjadi milik Karaton yang dikepalai oleh S.I.S.K.S. Pakoe Boewono XII, untuk dapat digunakan untuk upacara adat sekaligus untuk Pariwisata. (sumber : http://www.kratonsurakarta.com/)


suasana keraton kasunanan surakarta dari luar, ada patung bergaya arsitektur eropa(doc : R. Triyanto Saputra)

para peserta ABFI 2013 mempersiapkan diri sebelum acara sambutan dimulai (Doc : Tree Ahmad Tsalis)
kursi-kursi peserta(Doc : Tree Ahmad Tsalis)

Keraton Kasunanan di Solo ini mempunyai ukiran atap yang bergaya arsitektur Barat. Pendudukan Belanda atas wilayah Indonesia saat itu rupanya berpengaruh terhadap perkembangan seni arsitektur di kota Solo. Sehingga saat saya ke sana, terlihat beberapa patung bergaya Eropa yang ada di sekitar Keraton.



bareng mba Yuni (doc : Yuniari Nukti)

Keraton Surakarta sampai saat saya menulis postingan ini masih menyimpan seluruh kekayaan seperti gamelan, keris, dll. Kyai Catukmanis, Kyai Sekati adalah nama-nama benda pusaka di sana. Berbagai benda pusaka pun masih tersimpan di keraton Surakarta.

Ternyata, keraton masih menyimpan cerita yang membuat saya tertegun. Adanya ketidakpahaman di pejabat pemerintah terhadap keraton Surakarta sehingga keraton Surakarta dibedakan perlakuannya dengan keraton Jogjakarta. Karena selama ini, pemerintah lebih perduli dengan kondisi yang ada di keraton Jogjakarta, dibandingkan di Surakarta. Dari cerita Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Wandansari, ia menegaskan Keraton Surakarta selama ini mempunyai andil besar terhadap pemerintah, namun keberadaan keraton ini seolah tidak dihargai. Hal itu dilihat dari keengganan pemerintah mengucurkan dana hibah kepada keraton untuk melestarikan keberlangsungan keraton.

iring-iringan drum band saat masuk ke keraton
prajurit keraton
Keraton Surakarta ini merupakan warisan budaya yang besar yang harus dijaga untuk masa lalu, kini dan nanti. Semoga ke depannya lagi, pemerintah lebih memberikan dukungan terhadap kota Surakarta agar cagar budaya seperti keraton ini tetap lestari. Asean Blogger  memang bertujuan untuk meningkatkan stabilitas dan kemakmuran masyarakat ASEAN, membentuk efektivitas manajemen salah satunya dengan peningkatan pendapatan devisa negara lewat cagar budaya.
Tari Srimpi Sangopati, lama banget narinya, hehe :D
Panitai ABFI berfoto dengan Kanjeng Ratu

Saat penutupan, panitia memanggil Claire Madarang (Philippines), Preetam Rai (Singapura) Alaika Abdullah(Emak Blogger) dan Dimas Muharam(Kartunet) mewakili partisipan Asean Blogger untuk memberi pesan dan kesan tentang ABFI. Rekan @Kartunet mendapat apresiasi dari ASEAN Blogger diwakili oleh Dimas Muharam. Dimas Muharam adalah salah satu blogger tuna netra yang aktif dalam komunitas @Kartunet. Saya pernah bertemu dengan Dimas saat pulang dari sahid Jaya bareng Niar, Kang Lozz dan Mba Akin. Dimas ini benar-benar luar biasa. Salut dengan kerja kerasnya membesarkan komunitas Kartunet. Dimas mengatakan bahwa dia merasa kota Solo adalah bagian dari rumah sendiri. Merasa berada di sebuah negeri yang kaya akan budaya.

Acara di keraton Surakarta kemudian dilanjutkan dengan melihat tarian yang gemulai yaitu tarian Srimpi Sangopati. Tarian ini merupakan persembahan untuk para partisipan Asean Blogger. Alhamdulillah,  acara Asean Blogger pun kemudian ditutup. Menurut panitia, kemungkinan tahun yang akan datang Asean Blogger akan diadakan di Brunei. Yuk, ikutan dan bersiap! 

Tegal, 190513, 23:27

seluruh peserta foto bareng (doc : Dian Kelana)

13 komentar:

  1. selat solo itu semacam rujak bukan Ila?

    BalasHapus
    Balasan
    1. bukan, hehe. kayak apa ya, sayur2an gitu, mba. :D

      Hapus
  2. Belum baca full tapi tempat terakhir bukan Mangkunegaran, itu Kasunanan...
    Mangkunegaran kan yang ada event performing art :P

    BalasHapus
    Balasan
    1. eh, udah dibenerin, unaaa. :p btw, masih rada bingung kenapa harus lepas alas kaki. :D

      Hapus
  3. aiiihhhh.... durasi tarian Srimpi Sangopati nya unpredictible banget. ditengah2 saya kirain sudah mau selesai... eh, ternyata ada part duanya, pas bener2 menampilkan keelokan Solo kpd para tamu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya, lama banget :P keburu laper. btw, kakak yang mana ya? kok ga liat pas di sana

      Hapus
    2. heheeee... saya wakilin bloggerIPB.
      habis tarian Srimpi saya langsung keluar, nyari musollah buat ngadem dan rebahan, jd gak sempat ikutan foto rame2.

      Hapus
    3. iya, lamaan narinya, kak. jadi abis kelar acara langsung makaaannn dan istirahat :))

      Hapus
  4. pas pidato itu aku tidur.. -_-

    BalasHapus
    Balasan
    1. haha, aku juga sempet ngantuk dikit, vey. trus, lirik kanan kiri pada sibuk foto-foto penarinya :D

      Hapus
  5. kayaknya kereeennn yaaaa...baca sejarahnya di buku diponegoro ada lho mbaaa..dannn masalah dana hibah kayaknya ada alesannya juga...pernah baca di koran...

    BalasHapus
    Balasan
    1. ya, sampe sekarang pun masih dilema, mba. tadi aja ada yang nyeletuk di twitterku bilang mending solo ikutan provinsi jogja aja, jangan jateng. katanya lebih sejahtera. ah, susah ya. kadang pemerintah males bantuin buat tetap melestarikan cagar budaya, mba. :')

      Hapus
  6. itu penarinya lamaaa tapi alon2 banget :p

    eehh selat sama liwet nya enak banget :D

    BalasHapus

Silahkan tinggalkan komentar. Terimakasih sudah berkunjung.
Mohon komen pakai url blog, bukan link postingan. Komen dengan menggunakan link postingan akan saya hapus karena jadi broken link. :)